Profil  

Amir Pasaribu – Musisi Batak yang Karyanya Melegenda di Indonesia

Amir Pasaribu - Musisi Batak
Amir Pasaribu - Musisi Batak yang karyanya melegenda di Indonesia

DEJAVANEWS.com – Amir Pasaribu adalah seorang tokoh musik yang karyanya termashur di Indonesia yaitu pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945, masa revolusi pada tahun 1945-1950, dan masa sesudah revolusi sampai dengan zaman Orde Lama 1950-1965.

Kemashurannya dapat dilihat dari tulisan-tulisannya yang tidak sedikit, dan seringnya namanya mengisi majalah-majalah kebudayaan pada masa-masa tersebut.

Amir Pasaribu adalah seorang ahli musik yang mempunyai keahlian yang sangat lengkap, yaitu dia seorang musikolog, pencipta atau komponis, pemain atau pelaku, kritikus, penulis, dan pemikir.

Hal yang sangat jarang dijumpai dalam bidang musik, yaitu orang yang mempunyai keahlian yang begitu lengkap seperti dirinya.

Sebagai seorang pencipta musik instrumen, karya-karyanya sudah sangat maju dibandingkan dengan pencipta-pencipta pada jamannya.

Hal itu disebabkan pengetahuannya yang dalam tentang teknik komposisi, dan juga penguasaannya yang tinggi dalam memainkan alat musik cello dan piano.

Karya-karya musiknya sering dimainkan oleh pemusik-pemusik asing yang tinggal di Indonesia pada masa itu.

Juga sebagai seorang pencipta musik vokal atau nyanyian, Amir Pasaribu sering memenangkan perlombaan-perlombaan cipta lagu yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Lagunya Andika Bhayangkari sampai saat ini masih dikumandangkan pada setiap acara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan pada Peringatan Detik-detik Proklamasi di Istana Negara.

Sebagai seorang penulis, tulisannya dapat digolongkan menjadi tujuh bagian besar yaitu tentang musik rakyat, musik dunia, sejarah musik Indonesia, apresiasi musik, penyiaran radio, kritik seni, dan pendidikan seni.

Sebagai seorang pemikir, pemikirannya selalu melangkah jauh ke depan. Seperti pemikiran tentang sangat pentingnya perguruan tinggi seni didirikan di Indonesia selalu dia utarakan dalam tulisannya.

Tujuan utama baginya adalah agar muncul musikolog-musikolog di Indonesia yang perhatian terhadap musik rakyat sehingga musik rakyat dapat dipelihara, didokumentasikan, dan diangkat ke permukaan musik di tanah air.

Komponis-komponis Indonesia menurutnya sangat beruntung karena dilahirkan di bumi persada yang mengandung banyak musik rakyat yang tersebar di tanah air, yang apabila digali tidak akan habis-habisnya.

Untuk itulah diperlukan sekolah yang mempelajari ilmu (wetenschap) musik Barat, untuk dipakai sebagai alat memperkaya musik Indonesia.

Sebagai seorang pemain, Amir Pasaribu bermain cello dalam orkes-orkes profesional pada waktu itu, seperti Orkes Radio Philharmonis, Omroep Orkes, Orkes Saraswati, dan Orkes Studio Jakarta.

Amir Pasaribu juga sering bermain piano klasik dalam acara-acara pembesar Jepang dan Belanda pada zamannya.

Sebagai seorang kritikus, dia tidak segan-segan mengkritik hal-hal yang dianggapnya tidak sesuai, tanpa memandang golongan dan jabatan.

Hal itu yang dilakukannya di bekas tempatnya bekerja, R.R.I. Jakarta.

Dia membela hak cipta para komponis dengan mengkritik atasannya karena tidak mau membayar apa yang menjadi hak komponis apabila ciptaannya dimainkan.

Hal yang memang layak dia terima adalah ketika Presiden Megawati memberikan Bintang Budaya Paramadharma kepadanya pada tanggal 15 Agustus 2002.

Dengan demikian orang-orang akan melihat dan mengenang kembali akan apa yang telah dia lakukan dalam dunia musik di Indonesia.

Biofile

Nama Lengkap           :  Amir Pasaribu

Tempat Tanggal Lahir :  Siborong Borong-borong, Sumatera Utara, 21 Mei 1915

Meninggal Dunia       :  Medan 10 Februari 2010

Buku Karya Amir Pasaribu

  1. Musik dan Selingkar wilayahnya, Kem. PPK 1955
  2. Analisis Musik Indonesia (PT Pantja Simpati 1986)
  3. Riwayat Musik dan Musisi (Gunung Agung, 1953)
  4. Teori Singkat Tulisan Musik (NV Noordhof-Kolff)
  5. Menudju Apresiasi Musik (NV Noordhof-Kolff)
  6. Bernyanyi Kanon (Balai Pustaka, Kem.PPK 1955)
  7. Lagu-lagu Lama Solo Piano I (Balai Pustaka 1952)
  8. Lagu-lagu Lama Solo Piano II (Balai Pustaka, 1958)
  9. Suka Menyanyi (Indira, 1955)
  10. Tifa Totobuang

(Dejavanews.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *