Polisi Teror Kejagung di Jakarta, di Sumsel Preman Berkeliaran hingga Pengusaha Dibuat Takut Berinvestasi

Kolase Foto
Kolase Foto Kapolda Sumsel, Kapolri, Presiden Jokowi dan Ricky Sitorus

DEJAVANEWS, SUMSEL – Polisi kini mendapat sorotan besar dari masyarakat setelah aksinya untuk membuntuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Febrie Adriansyah.

Tak hanya membuntuti Jampidsus Kejagung polisi juga makin disorot setelah Sekelompok personil Brigade Mobil Polri berkonvoi dengan sepeda motor dan mobil mengelilingi markas Kejaksaan Agung pada Senin malam, 20 Mei 2024.

Perisitwa itu terjadi tepat sehari setelah seorang anggota Datasemen Khusus 88 Anti Teror tertangkap saat membuntuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.

Berdasarkan pantauan terlihat dua mobil dan beberapa motor dalam konvoi tersebut. saat itu tengah berada di luar halaman Taman Christina Martha Tiahahu yang berjarak sekitar 500 meter dari markas Kejagung.

Sirine di mobil berbunyi sepanjang perjalanan dengan kerlap-kerlip lampu berwarna merah-biru.  Tampak gerombolan polisi berkonvoi itu memutar Jalan Panglima Polim.

Sejumlah saksi yang melihat konvoi itu mengira polisi tengah berpatroli untuk mengawasi keamanan di sekitar kawasan Blok M. Namun, kejanggalan terlihat karena konvoi aparat berseragam lengkap itu berputar mengelilingi kawasan perkantoran Kejagung ini berkali-kali.

Baca Juga  TERKUAK, Kapolres OKI Pakai Mobil Sonay Group, Yakin Bisa Netral Usut Kasus Teror?

Yustri mengingat pengendara moge itu mengenakan jaket kulit. Dia juga mengenakan celana seragam hitam dengan sepatu boots. “Putaran kedua baru ada yang pakai seragam cokelat, hitam,” ujar dia.

Preman Berkeliaran di Sumsel

Tak hanya di Jakarta, polisi pun kini menjadi sorotan di Sumatera Selatan, dimana sejumlah preman yang mengancam karyawan perusahan dibiarkan berkeliaran.

Bahkan video-video pengancaman dari preman viral diberbagai media sosial. Dikutip dari akun instagram iNews Official. Para preman yang berkeliaran ini ada di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumsel.

Dalam video tersebut, para preman tersebut mengacungkan senjata tajam ke atas seraya menyampaikan kata-kata ancaman kepada karyawan perusahan yang berinvestasi di daerah tersebut.

Ricky Sitorus, pengusahan yang berinvestasi di Desa Sodong menyampaikan karena ulah para preman bersenjata tajam tersebut, karyawannya banyak yang ketakutan.

Baca Juga  TERKUAK, Kapolres OKI Pakai Mobil Sonay Group, Yakin Bisa Netral Usut Kasus Teror?

“Takut diancam begitu. Pakai parang tajam. Yang begitu-begitu mestinya ditangkap polisi. Supaya siapa pun yang hendak berinvestasi di daerah ini bisa nyaman, dan tentunya untuk kebaikan Sumsel juga,” ujarnya.

Pengusaha Merasa Tercekik.

Kepastian hukum investasi di Sumatera Selatan (Sumsel) dikeluhkan pengusaha yang berinvestasi di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, beberapa hari lalu.

Keluhan ini disampaikan Direktur PT Sumber Wangi Alam (SWA), Ricky Sitorus, setelah kegiatan perusahaan yang dia pimpin diperintahkan Kapolda Sumsel, Irjen Pol Rachmad Wibowo, untuk dihentikan.

“Sejak Bulan Agustus 2023 lalu, Kapolda Sumatera Selatan sudah melarang dan mencegah kegiatan investasi PT SWA, yaitu tidak boleh melakukan land clearing dalam rangka peremajaan tanaman,” ujarnya.

“Padahal di Bulan Juni 2023 Pemerintah Daerah OKI dalam kesimpulan notulennya memerintahkan kami untuk melaksanakan kewajiban investasi sesuai peraturan negara bidang perkebunan dan pengelolaan HGU,” tambah Ricky Sitorus Ricky Sitorus pun menyampaikan banyak kerugian yang mereka alami karena penghentian kegiatan usaha ini.

Baca Juga  TERKUAK, Kapolres OKI Pakai Mobil Sonay Group, Yakin Bisa Netral Usut Kasus Teror?

Seperti harus membayar kewajiban kepada negara, dan juga karyawannya. Mirisnya pihak perusahaan juga akan kena sanksi kalau tidak menjalankan kewajiban ini, seperti sanksi peraturan tentang ketenagakerjaan maupun peraturan soal kepemilikan HGU.

“Hal yang menyulitkan bagi investor. Kami tidak bisa berusaha. Tapi kami harus membayar pajak kepada negara. Membayar gaji karyawan. Pengehetian ini mencekik investor. ” ujarnya.

Hal yang paling menyesakkan dalam kasus ini kata Ricky, pihaknya yang menanam sawit namun orang lain yang memanennya. Ketika mereka mencoba mengelola HGU-nya malah dilarang Polda Sumsel.

Tak hanya itu, kata Ricky sejumlah karyawannya pun pernah mendapat pengancaman, namun pihak polisi tidak menindak pelaku hingga sekarang tanpa alasan yang jelas.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *